My Pages

Thursday, February 13, 2014

SUJU FANFIC-15 (16) Years Old Of Nanny Part 11

Title : 15 (16) Years Old Nanny (part 11)

Author : JW (@JW2213)

Casts :
Cho Hae Ra (OC);
Cho Kyu Hyun (as Kim Kyu Hyun);
Kim Ki Bum;
For the rest please find them by yourself, THANK YOU :D

Genre : Romance, school, slice of life

Length : Chapter

Rated : General

Disclaimer :  Please, silent readers, I need your comments. And please kindly realized that plagiarism can be considers as STEALING. It’s againts the rules of our NATION. Thank you.

Author’s note: Salam garing, Readers-deul :) SAYA SANGAT MINTA MAAF ATAS LAMANYA UPDATE FANFIC INIII.... Saya tadinya udah kirim di sebuah blog dari tahun lalu, tapi tiba-tiba blognya ditutup (katanya sih sementara, but I think it's unlikely to be active again) dan saya males update sendiri, begitu pula di facebook karena udah punya hobby baru, yakni collabing dan covering.. (Please visit my youtube account and please comment in some of my covers :D http://www.youtube.com/JeniferWirawan2213) So from now on, ff ini akan di publish disini :D
Semoga ceritanya masih berkenan di hati, dan kalo udah ga niat baca.... Jangan dibaca :P Hehehehehe
HAPPY READING :D

_Part 11_
Payung sering sekali kubawa kemana-mana belakangan ini. Karena memang peribahasa ‘Sedia payung sebelum hujan’ bisa diartikan secara literally. Sudah beberapa bulan berlalu dan sekarang sudah mendekati hari-hari dimana nanti siswa-siswi kelas 6 SD, kelas 3 SMP dan SMA akan memeras otak sekeras-kerasnya, mengosongkan kapasitas otak mereka dari hal-hal tak penting dan mengisinya dengan bahan-bahan ujian masing-masing. Sekarang sudah bulan Januari yang sudah mulai sedikit hangat dengan mekarnya bunga-bunga (yang sedikit banyak sebenarnya tidak kuperhatikan) tetapi sedikit dibasahi hujan.

Banyak cerita yang kulewatkan dan tak kujelaskan secara lengkap. Intinya sekarang ini aku dan Yeon Mi tinggal di rumah keluarga Kim Sang Min. Kami mendapat sebuah kamar yang cukup besar untuk kami tinggali berdua, kira-kira sebesar kamar Seok hoon dan Soo Ra, serta diberi kebebasan untuk mempergunakan kamar belajar yang lebih banyak tidak digunakan karena Kyu Hyun dan Ki Bum selalu menggunakan kamar masing-masing, begitu pula dengan Soo Ra yang belajar di kamar (kadang diajari olehku, Yeon Mi atau Kyu Hyun jika dia sedang kesambet), sementara Seok hoon masih belum perlu belajar.

God always provides the best in the best way, on the right time. It’s indeed a blessing. A huge one.

Beliau yang menyuruh kami tinggal di rumah beliau  setelah bertemu denganku sekali. Beliau nampak dingin, persis Ki Bum-ssi tetapi beliau adalah versi yang lebih parah lagi. Kedua anak yang kuasuh saja begitu takut saat bertemu dengan beliau. Aku juga sama sekali tidak punya keinginan untuk mengurangi sedikitpun hormat yang kuberikan padanya. Karena entah karisma atau sisi dinginnya yang membuatku merasa demikian. Merasa kalau derajatnya memang lebih tinggi dariku berpuluh-puluh kali lipat.

Sekarang Yeon Mi menjadi cukup normal dengan tingkah yang tidak aneh-aneh, selevel dengan Seul-ah (maaf Seul-Ah, silahkan komplain di kolom comment), memang masih sedikit manja tetapi sudah tidak abnormal. Dia sudah jadi manusia. Manusia Seoul tepatnya. Dia sempat pindah ke bagian nasional, tetapi kembali pindah ke bidang nasional plus karena dia begitu rajin belajar, terutama bahasa Inggris. Dalam hitungan bulan dia sudah bisa berada diantara makhluk-makhluk dewa Inggris di kelasku. Practice makes perfect tidak berlaku bagiku, tetapi practice makes better is indeed a reality even if it’s hard to accept and so hard to do.

Nilainya ternyata tidak jelek, dia masuk ranking 10 besar dengan tipe belajar yang agak ogah-ogahan. Mungkin Tuhan menciptakannya pintar, tetapi memang otak itu kurang digunakan. Dia juga masuk ekskul yang sama denganku, dancing. Karena dia senasib denganku yang ingin masuk paduan suara tetapi sudah penuh, akhirnya dia diimbahkan ke tempat yang sama denganku. Hal yang mengejutkan adalah dia sama jagonya seperti Seul-Ah. Aku hampir bunuh diri saat melihatnya menguasai gerakan-gerakan Luna eonni (guru perempuan kami) dalam sekali lihat. Dia berbakat, saudara-saudara. DIA BERBAKAT!!

Kyu Hyun sunbae yang tengah berkutat dengan ujian-ujian prakteknya yang sudah berjalan tampak selalu sibuk pergi keluar rumah untuk mengerjakan tugas-tugas kelompok dari guru beberapa bidang studi yang harus dipenuhinya untuk mengisi nilai-nilai yang tak keburu dikejar oleh ulangan. Setidaknya di rapor nanti mereka punya nilai. Ah, dan dia sudah tidak mengajar angkatanku lagi karena Park seonsaengnim sudah kembali dari rumah sakit. Beliau, si dimple smile teacher sudah sembuuhh~ Aku merindukannya, tetapi aku tidak pernah merindukan soal-soalnya.

Puji Tuhan, karena sekarang Sunday seonsaengnim lah yang sedang sakit dan diopname. Aku sangat bersyukur karena aku tak perlu mendengarnya mengoceh panjang lebar dengan suara super tinggi dan berakhir pada ocehan tak jelasnya tentang hal-hal tak berguna, dan tak perlu lagi siap disalibkan saat mendapat giliran dia sebagai guru pembimbingku. Memang tertawa diatas penderitaan orang lain itu tidak baik, tetapi itu adalah hal baik juga untuknya.

Hal baik karena dia bisa mengistirahatkan pita suara (karena dia sering berteriak), otot matanya (karena dia sering melotot), dan juga membantunya untuk memperlambat penuaan dini (karena dia sering mengomel dahinya sering berkerut dan hal itu dapat mengakibatkan penuaan dini bukan? Menimbulkan kerutan. Apakah aku salah?), itu adalah win win solution, bukan?

Soo Ra dan Seok hoon sama sekali tidak membenciku lagi dan mereka sudah terbiasa denganku bahkan dengan Yeon Mi yang notabene mau tidak mau pasti ikut membantuku. Toh Kim Sang Min sajangnim tidak keberatan memberinya gaji juga selama kami bekerja dengan baik. Aku memang masih tidak mengerti mindset dari orang-orang kaya. Mungkin dia berendam di lautan uang. Menurutku, sepertinya dia cukup puas dengan pekerjaan kami. Setelah bulan Desember dia bertemu denganku secara langsung dia tidak memecatku saat tau aku hanyalah murid SMP bahkan satu sekolah dengan anak-anaknya. Mungkin aku cukup memadai karena aku adalah satu-satunya pengasuh yang mampu mengatasi dua anaknya dan bahkan anak-anaknya yang lain pula. Lihat kan? Cabai yang lebih kecil lebih pedas. This is the power of youngsters!

Ah, ngomong-ngomong aku sudah mendapatkan gajiku sebanyak dua kali! Untuk bulan November, Desember, dan untuk bulan ini aku akan mendapatkannya di akhir bulan nanti. Wuah, jadi begini rasanya dapat gaji? Padahal kan pekerjaanku tidak seberapa, tapi ini sudah sangat lebih dari cukup. Jika aku tinggal sendiri aku sudah bisa membiayai hidupku sehari-hari, bahkan bisa juga untuk jajan dan masih cukup untuk ditabung! Mungkin dia memberiku gaji yang sama dengan pegawai-pegawainya di Dash Tour. Mungkin di bidang marketing? Karena itu aku sudah membuka tabungan di bank (tentu saja sudah ada isinya walaupun tidak seberapa), lalu aku juga sudah memenuhi keinginan awalku, yaitu WAFFLE YANG KUIDAMKAAAAN. Rasanya memang tidak bisa membohongiku. Enak. Satu kata yang cukup untuk mendeskripsikan segalanya.

Ki Bum-ssi? Ada yang bertanya soalnya? Dia hilang. Tidak sih dia tidak hilang tetapi aku jarang sekali bertemu dengannya kecuali di malam hari. Dia juga sering sekali pergi keluar negeri untuk urusan bisnis tentunya. Tanpanya hidupku masih berputar kok. Jika bertemu pun aku cuma membungkuk memberi hormat kepadanya. Lalu apa yang dia berikan kepadaku (atau Yeon Mi) sebagai respon? Anggukan kecil ditambah langkah yang tak berhenti dan tak lupa 0,5 patah katanya yang sangat terkenal yaitu “Mm.” Eiii, aku tidak tau lagi. Tidak mau tau lagi. Dia sudah sembuh atau belum pun aku tidak mau tau. Tetapi setidaknya (sepertinya) dia sudah tidak dendam padaku.

Kim Sang Min sajangnim? Itu lebih langka lagi. Pulang ke rumah pun jarang, bagaimana aku bisa bertemu dengannya? Lagipula aku tidak perlu bertemu dengannya. Aku selalu langsung merasa rendah diri mendadak secara otomatis jika berada di dekat beliau. Mungkin itu memang lazim karena aku adalah bawahannya, beliau yang menghidupi aku (dan Yeon Mi) dan itu memang masuk akal jika aku punya rasa hormat berlebihan terhadap beliau. Secara, anak-anaknya yang merupakan darah dagingnya sendiri saja terlihat begitu segan terhadap ayah mereka sendiri. Padahal mereka memiliki susunan genetika yang mirip.

Ah, ngomong-ngomong soal susunan genetika bagiku wajah Kim Sang Min paling mirip dengan Kyu Hyun, lalu pembawaannya dan sifatnya sih  persis sekali dengan Ki Bum-ssi. Eh salah, Kyu Hyun dan Ki Bum-ssi yang mirip dia.

Terkadang aku masih suka mengunjungi warung makan Shin ahjumma dan mengunjunginya walaupun aku sudah tak tinggal di sebelah warungnya. Tentu saja aku masih belum bisa mencari eomukkeochi (fish cake skewer) yang lebih enak daripada buatannya. Kudengar sekarang kamar yang dulu kutinggali sudah terisi lagi. Memang orang-orang bawah macamku ternyata cukup banyak tersebar di Seoul.

Ulang tahunku akan datang sebentar lagi, tetapi di rumah ini tidak ada yang tau. Hanya Yeon Mi seorang yang tau di rumah ini, itupun kalau dia ingat tentang ulang tahun sepupunya yang sudah bertahun-tahun tidak berjumpa. Bahkan aku tidak pernah tau, tidak pernah mencari tau, dan memang tidak pernah ingin tau ulang tahunnya sebelum ini. Pastilah aku juga tidak pernah mengingat ulang tahunnya. Mungkin saat ulang tahunku aku akan bertanya padanya, atau aku bisa menanyakannya kepada imo (bibi) ku yang ada di Pulau Hahwado sana.

Oh iya, tentu saja Yoon Hee dan Seul-Ah tau ulang tahunku. Jika mereka lupa aku akan berguling-guling di kelas. Karena aku tidak pernah lupa ulang tahun mereka. Thanks to my handphone’s reminder I never forget ._______. Kekekeke~ Aku jahat, ne, ne, ne. Nado arrayo (Aku juga tau), tetapi kapasitas otakku tak cukup memuat berbagai macam hallll!!

Dan setelah bercerita panjang lebar tentang kehidupan baruku yang terisi dengan kedamaian (dan sedikit kegalauan karena nilai jelek), disinilah aku di hari Sabtu, menikmati sedikit hari liburku di dalam kamar sementara Yeon Mi yang sedang pergi ke rumah Jin Ri untuk membuat tugas kelompoknya dengan teman sekelompoknya yang terdiri dari Seo Hyun, Tae Min, Se Hun (satu lagi makhluk jago dance di kelasku), dan Jin Ri. Yeon Mi wajib bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan karena ditempatkan dalam satu kelompok dengan Seo Hyun. Karena biasanya dalam satu kelompok Seo Hyun akan mengerjakan 90% nya. Sementara tugasku sudah selesai dari entah-kapan-aku-lupa-dan-malas-mengingatnya dengan Jong Jin, Yoon Hee, Jae Hyun, dan juga Baek Hyun si unyu maksimal yang taraf ke-unyu-annya kurang lebih sama dengan Seok Hoon, hanya berbeda 11 dan 11,75.

Hal yang kuingat dari kerja kelompokku kemarin adalah yang paling banyak kulakukan adalah menonjok Baek Hyun setiap kali dia mengeluh dia lelah dan mengeluarkan aegyo. Karena dia begitu imut aku jadi iri. Ups, rahasiaku ketahuan. Bodoh ya, ada yeoja yang iri terhadap namja. Tetapi untuk namja semacam Baek Hyun, itu adalah hal yang exceptional.

Tok, tok.

Pintu kamarku terdengar diketuk oleh seseorang. Aku meletakkan buku novel pinjaman dari perpustakaan yang tadi sedang kubaca dan menengok kearah pintu. “Nuguya (siapa itu)?”

Seok Hoon-ieyo, noona (Aku Seok Hoon, kakak),” ujar suara manis itu dari luar sana. Aku beranjak dari kursiku dan segera mendekati pintu, lalu membuka pintu kayu itu dan mendapati seorang anak manis berdiri disana sambil memegangi selembar kertas di tangannya. Matanya melihat kearahku dan dia tersenyum cerah. Berat rasanya kalau tidak ikut tersenyum bersamanya. Dia memang matahari super imut. Tapi aku mendadak merinding kalau aku ingat pernah berkata kalau Baek Hyun tidak beda jauh darinya. Tetapi itu tetap kenyataannya jadi aku harus menerima dengan lapang dada kalau Baek Hyun itu seimut anak balita berusia kurang lebih lima tahun. Terkadang kenyataan itu memang kejam dan sulit diterima sebagai kenyataan.

“Ada apa, Seok Hoon-a?” Aku berjongkok agar mata kami bertemu di satu garis horizontal yang sama. Matanya yang bening itu memandangku lurus dan berkata, “Noona, bisa aku minta bantuanmu?” suaranya terdengar sedikit memelas dan sedikit aksen putus asa terdengar dalam nadanya. “Tentu saja. Kalau noona bisa membantumu, maka aku akan melakukannya sebaik-baiknya. Waeyo (ada apa)?” jawabku.

Igeo (ini)….” Katanya sambil menyodorkan kertas yang tadi digenggamnya. Aku mengambilnya. “Ige mwoya (Apa ini)? PR?” lalu membaca tulisan-tulisan yang tertera disana. Ah, itu adalah lembar persetujuan untuk orang tua. Apakah orang tua setuju jika anaknya terlibat dalam drama musikal TK, jika setuju orang tua harus menandatangani kolom di bawah sebagai tanda persetujuannya. Wuaahhh…. Seok Hoon mau main drama musikal? Kereeenn!! Tapi sebentar. Maksudnya dia meminta tolong kepadaku sambil menyodorkan lembar persetujuan yang kosong ini adalah….

“Seok Hoon-a, maksudmu noona harus menandatangani ini?” kataku sambil menggoyang-goyangkan selembar kertas yang ada di tanganku itu. Seok Hoon mengangguk dengan antusias dan tiba-tiba seulas senyum manis tersungging di wajahnya. “Noona mau kan?” tanyanya masih sambil tersenyum manis.

Aku mau. TENTU SAJA!

Tapi….

Aku benar-benar tidak tau harus menjawab apa. Aku tidak ingin berbohong pada anak ini tetapi juga tidak ingin seenaknya melakukan hal yang agak berbahaya seperti ini. Hal pertama adalah aku tidak punya hubungan darah dengan Seok Hoon (walaupun kalau boleh aku bersedia), lalu aku juga bukan walinya, yang ketiga adalah aku belum punya KTP karena aku belum cukup umur. Aku juga belum punya stempel.

Ah iya stempel!

Mungkin kalau itu memusingkan kita bisa mengambil stempel Ki Bum-ssi atau kalau lebih nekat lagi punya Kim Sang Min sajangnim. Eiii, tapi Hae Ra, masa kau mau mengajari anak innocent ini melakukan hal-hal berbau kriminal? Walaupun ini hanya kriminalitas tingkat rendah, jika nanti Seok Hoon terjerumus dalam kriminalitas tingkat lanjut di masa depan, kaulah yang harus bertanggung jawab! Jadi cara satu-satunya adalah menerangkannya secara baik-baik dan perlahan-lahan sampai Seok Hoon mengerti.

“Umm…. Seok Hoon-a, sebenarnya kalau dalam masalah ini noona tidak bisa membantumu. Karena noona bukan orangtuamu atau walimu. Bahkan bukan anggota keluargamu, jadi aku tidak bisa melakukannya. Mungkin kau harus mencari abeoji atau hyungnim-mu. Seketika itu juga sinar dari dalam matanya terlihat meredup dan akhirnya hilang. Antusiasme pergi dalam sekejap dari wajah manisnya. Aku jadi sedikit merasa bersalah, tetapi lebih baik begini daripada aku harus berbohong demi kebaikan, demi kebaikan sekalipun.

“Aku….” Seok Hoon membuka suaranya dengan kepala yang masih tertunduk ke bawah. “Aku tidak berani melakukannya, noona.” Dia berkata padaku. Nadanya terdengar kecewa dan pasrah, namun aku tidak bisa melihat ekspresinya. Aku berpikir sejenak, setidaknya aku ingin membantunya walaupun tidak berhasil. “Mungkin noona bisa membantumu mendapatkannya….” Ujarku kepadanya. Sedikit berharap kalau dia akan segera mengangkat kepalanya dan tersenyum sambil berkata dengan antusias.

Tetapi tidak.

Dia memang mengangkat kepalanya tetapi dia berkata, “Tidak akan ada gunanya, noona. Abeoji dan hyungnim pasti tidak mengizinkan aku mengikuti drama musikal ini.” Dia berkata dengan nada sedih. Aku kembali melihatnya dan bertanya, “Pernakah kau mencobanya?” tanyaku padanya.

Seok Hoon terdiam dan akhirnya melihat kearahku dan menatap ke dalam mataku. “Aku…. Terlalu takut untuk mencobanya, noona. Aku takut pada mereka.” Dia berkata jujur padaku. Sekarang gantianlah aku yang terdiam dan tidak tau harus berkata apa untuk menjawab makhluk Tuhan yang super imut ini. Takut? Aku tidak berbeda darinya. Another obstacle in becoming a fine nanny: Choose between avoid your fearness, or helping your child-on-duty.
===
Akhirnya setelah beberapa jam bermeditasi di dalam kamarku  aku memutuskan kalau pilihanku akan jatuh pada Kibum-ssi. Karena secara pangkat dan secara tingkah laku dia masih lebih baik (walaupun hanya sedikit) dibandingkan dengan Kim Sang Min-ssi. Jadi Seok Hoon kusuruh menunggu dia sampai malam, dimana akhirnya aku menemaninya nonton banyak kartun, Yeon Mi pulang, dan akhirnya kami nonton bertiga. Setelah beberapa jam dan beberapa keping DVD sudah terputar, Soo Ra mendadak keluar dari kamar dan protes karena daritadi dia tidak diajak menonton, dan mengganti kartun Pororo dengan Barbie.

Setelah sesi menonton (ditambah makan dan mandi) 5 keping DVD Pororo, dan juga 6 film Barbie, akhirnya yang ditunggu pulang juga, si kakak tertua. Tetapi sang pemohon (Seok Hoon) sudah tidur bersama dengan kakaknya karena ini sudah sangat malam dan melewati jam tidur mereka. Sementara aku dan Yeon Mi yang entah kenapa ketagihan nonton (mungkin karena kami ingin kembali ke masa lalu kami yang mungkin agak sedikit kurang bahagia) akhirnya terus menonton sampai sekarang, dimana akhirnya yang ditunggu pulang juga.

Saat kami melihat dia pulang hal yang pertama kami lihat adalah tatapan-tak-mengerti-nya pada Yeon Mi saat melihat Yeon Mi sedang menangis ketika menonton adegan sedih di Barbie Mermaidia. Dia melihat kami seperti melihat alien. Hello, sir. Tidak taukah selama ini aku telah melihatmu sebagai alien selama…. Lebih lama daripada kau menganggap Yeon Mi (atau Yeon Mi dan aku) sebagai alien?

….

Oh melantur, pergilah. Sungguh.

Mungkin ini adalah efek karena aku telah kembali ke masa kecilku (yang dulu juga ada Pororo dan Barbie tentunya, tetapi mereka telah lama kulupakan dan kutinggalkan) aku jadi semakin ngawur.

Oke, kembali ke dunia nyata. Aku berusia 16 tahun…. Aku berusia 16 tahun….

Jadi setelah sadar kalau dia berada disini aku langsung berdiri dan mengajaknya berbicara enam mata. Seharusnya kalian ingat kenapa enam mata bukan?

“Wae?” Aku mendengar satu patah kata (WOW dia mengatakan sebuah patah kata….) keluar dari bibir tuan muda yang satu ini. Ya ampun, apakah saudaranya bernama ‘KUTUB UTARA’ atau ‘KUTUB SELATAN’? Bukankah adiknya bernama Kyu Hyun, Soora, dan Seok Hoon? Kenapa yang keluar dari bibirnya selalu merupakan angin dingin yang membekukan?

Tapi hal itu takkan membuatku gentar. Walaupun belum genap satu tahun, well, satu itu sebenarnya angka ganjil… Err… Sudahlah melantur lebih baik kau pergii!!

Kembali ke topik utama. Oke, jadi akhirnya aku berkata pada Kibum-ssi. Aku menjelaskan secara singkat apa yang diminta Seok Hoon, yaitu persetujuan untuk bermain di drama musikal yang diadakan TK-nya.

“Hanya itu? Hanya meminta persetujuanku kau harus menjelaskan berbelit-belit tentang dirimu yang tak cukup umur dan bukan anggota keluarga kami sehingga tak bisa memberikan persetujuan?” Kibum-ssi malah membalas dengan sarkastik.

Sialan. Kalau saja dia bukan boss-ku, dia pasti sudah kuhajar. Coba saja bayangkan manusia di depanku ini adalah Jong Jin yang sering meledekku tanpa alasan jelas, dia pasti sudah habis denganku. Walaupun dia tidak merasa sakit karena tenagaku tetap tenaga wanita.

“Jangan berpikir kalau kau mau menghajarku,”

DEG! Kenapa dia bisa tau?

“Jangan tanya kenapa aku bisa tau. Semua tergambar dari matamu. Kalau kau memang meminta persetujuan dariku tentang drama musikal itu bawa saja suratnya ke ruang kerjaku malam ini. Sepertinya aku akan sedikit lembur. Buatkan kopi sekalian dan bawakan ke ruanganku secepatnya.” Kibum mulai berkata panjang lebar. Memang dasar dia ini. Kalau sedang ada perlunya saja dia akan berkata panjang lebar. Ini baru pertama kalinya dia ada perlu denganku sih. Ya, maksudnya ada perlu dalam artian yang baik dan damai. Kalau sebelumnya kan kami berada dalam keadaan perang dingin dan perang panas. Tapi kenapa dia bisa membaca pikiranku? Apakah mataku benar-benar sebegitu ekspresifnya?

Ye, arasseo doryeonnim (Baik, saya mengerti, tuan muda).” Aku membungkuk dan segera membalikan tubuhku kearah dapur untuk membuat kopi. Eh! Sebentar. Dia melupakan sebuah kata keramat! Aku langsung membalikan tubuhku dan menarik nafasku untuk berkata-kata,

“To…”

“Tolong.” Dia yang masih berdiri di tempatnya daritadi terlebih dahulu memotong perkataanku. Dia benar-benar membaca pikiranku. Aku hanya bisa mengangguk dan membalikan tubuhku lalu mulai berjalan kearah dapur. Tentu saja wajahku masih memasang wajah yang tak mengerti akan kenyataan yang terjadi.

Setelah beberapa menit berkutat dengan cangkir, bubuk kopi, gula, air panas, susu, dan sendok di dapur sana aku akhirnya keluar dari dapur dan membawa secangkir kopi yang harumnya memenuhi ruang-ruang kosong di ruang tamu ini. Memang agak berlebihan, tapi bagiku harumnya pekat dan syukurlah enak sekali. Tapi itu bukan karena aku yang terampil. Tetapi karena kopinya mahal. :)

Tiba-tiba saja Yeon Mi yang sedang membereskan Bluray Player dan TV serta seperangkat DVD Barbie dan Pororo yang bergelimpangan di sekitarnya itu mendengar suara langkahku dan memanggilku.

“Haera-ya,”

“Mm? Wae?” aku menjawab.

“Apa kau tau? Tadi Kibum-ssi sempat tersenyum loh.”

Aku merasa ada kilat yang mendadak mendadak menyambar di padang gurun.

“Apa?! Dia tersenyum? Makhluk hidup yang bahkan berbicara saja super jarang itu? Si wajah datar tanpa ekspresi itu? Yang benar saja, Yeon Mi-ya. Matamu minusnya nambah, ya? Ah pasti matamu terlalu lelah setelah kita estafet menonton kartun tanpa henti dari sore sampai hampir tengah malam begini.” Aku menyimpulkan sesukaku.

“Enak saja. Makanya tadi aku sempat mengucak mata  dan melihat sekali lagi. Syukurlah dia tersenyum agak lama, jadi aku sempat melihatnya lagi. Sekitar…. Tiga detik? Lalu dia berbalik arah kearah tangga dan naik keatas. Aku juga tadi sangat kaget. Aku sempat mengira mataku katarak atau otakku sudah tidak berfungsi dengan sempurna.”

“Berbalik? Jadi dia tersenyum setelah dia berbicara denganku?”

“Ummm…. Sepertinya iya.” Aku terdiam setelah mendengar statement itu. Aneh. Tidak biasanya dia tersenyum saat bertemu denganku. Janganku waktu bertemu denganku. Kapan dia pernah tersenyum? Mungkin hanya jika dia sedang ada rapat atau bertemu dengan orang-orang perusahaan lain, terutama petinggi-petingginya. Bisa jadi pula itu adalah senyum terpaksa.

Tetapi barusan dia tersenyum setelah berbicara denganku yang notabene adalah musuhnya—mantan musuhnya. Aku harap demikian. Jangan sampai dia masih menyimpan dendam padaku. Karena sekarang ini aku akan segera memasuki satu dari sekian ruangan yang dilarang kumasuki.

Well, rumah ini agak sedikit mirip Hogwarts karena banyak sekali ruangan dan beberapa diantaranya adalah ruangan-ruangan yang dilarang dimasuki. Ah, aku lupa tentang keadaan rumah yang dikelilingi aura yang tak terdefinisikan kata-kata itu makin membuatnya menjadi Hogwarts versi rumah. Untunglah di dalamnya bukan banyak hantu dan roh yang bergentayangan, tetapi tetap ada dua malaikat kecil, dua malaikat besar (kalian harusnya tahu siapa ini),  jelmaan Professor Snape (silahkan ditebak siapa ini), Dumbledore versi dingin dan tak berjenggot (tebak lagi. Ini mudah), Professor Mcgonagal (Aku tidak hafal cara menulisnya dan malas searching ._. Lagipula yang ini juga mudah), lalu yang masih ketinggalan adalah titisan iblis dari neraka yang menjelma jadi makhluk tampan. Iuhhhh…. Tapi dia memang tampan karena dia tidak cantik. Tebakan terakhir pasti sangat mudah sekali untuk dijawab bukan?

Hmmm…. Ruangan-ruangan yang dilarang kumasuki sampai saat ini adalah :
1. Ruang kerja Kibum-ssi
2. Ruang misterius yang dimasuki Kyuhyun di awal-awal cerita (lupa? Anda dipersilahkan untuk membaca ulang, terima kasih)
3. Kamar Kibum-ssi
4. Kamar Kyuhyun
5. Ada beberapa kamar yang entah kenapa dilarang kumasuki. Sepertinya salah satunya adalah kamar dari anak perempuan mereka yang sedang sekolah ke luar negeri.
6. Tentu saja kamar Kim Sang Min-sajangnim adalah ruangan yang paling dilarang kumasuki
7. Satu lagi ruangan yang haram kumasuki adalah…. Ruang kerja Kim Sang Min-sajangnim.

Joo Ra-ssi boleh masuk ke dalam semua ruangan ini. Karena jika dia tidak boleh masuk, lalu siapa yang akan membersihkan rumah super besar ini? Yah, karena kami sudah tinggal disini juga aku berinisiatif membantunya untuk membersihkan rumah. Biasa aku dan Yeon Mi membersihkan kamar kami sendiri, kamar Soo Ra dan Seok Hoon, kamar belajar (yang kami gunakan juga), ruang keluarga—atau ruang tamu yang super besar (ruangan ini perlu ketelitian dan kehati-hatian yang ekstra karena banyak barang antiknya), dan juga hall di lantai dua.

Oke, sembari melantur tadi aku sudah sampai di depan salah satu ruangan yang dilarang kumasuki, yaitu ruangan nomor 1 dari list-ku diatas, ruang kerja Kibum-ssi.

Pintunya terbuat dari kayu dan terlihat begitu kokoh. Warna gelapnya seakan-akan mencoba untuk menghisap aku kedalam pusaran kekelaman yang terpancar dari warnanya. Aku belum pernah sekalipun masuk atau bahkan mengetuk pintu ini. Yah, harus kuakui aku jadi tegang. Oke.

“Huff….” Aku menghela nafas panjang. Lalu mengangkat tangan kananku dan bersiap untuk mengetuk pintu. Aku mengayunkan tanganku ke belakang, sedikit mengambil ancang-ancang lalu sesaat sebelum tanganku menyentuh permukaan pintu aku baru ingat aku belum membawa alasan aku harus berada disini. Surat persetujuan Seok Hoon…..

Ah, akhirnya aku membelokkan tubuhku kearah kamarku, dimana aku meletakkan surat itu. Secarik kertas terbaring diam diatas mejaku. Ah, itu dia benda yang kuperlukan. Aku meletakkan kopi diatas meja dan mengambil kertas yang kumaksudkan itu. Aku membaca kata demi kata yang tertera diatas putih tersebut. Karena benda keramat ini aku harus masuk ke dalam kandang singa.

Sebenarnya jika kita ibaratkan Kibum-ssi sebagai hewan dia tidak ada mirip-miripnya dengan singa sih. Singa jantan kan pemalas dan hanya bisa seakan-sakan ‘sok’ galak walaupun dia punya autoritas sebagai kepala ‘suku’. Berbeda dengan Kibum yang bekerja siang malam, bekerja dengan sungguh-sungguh dan tidak sok galak. Karena dia memang punya autoritas jadi tak heran kalau dia ‘galak’, toh dia sudah mengerjakan semua kewajibannya dengan sangat baik sekali.

Kibum-ssi itu lebih mirip…. Buaya. Hewan yang diam saat memantau mangsanya sampai sang mangsa merasa tidak terancam dan menurunkan kewaspadaannya, lalu pada saat terlengah dari sang lawan buaya itu langsung menerkamnya dan membawanya kepada kematian. Well, frankly saying that is too extreme as an example. Tapi kira-kira begitulah Kibum-ssi yang pendiam, dingin, tetapi saat dia kesal dia akan meledak dengan caranya sendiri. Ingat kan peristiwa yang membuat kami musuhan dulu? Hii…. Tidak mau lagi. Dia mengerikan dengan caranya sendiri. Tapi kalau kuakui tidak ada buaya yang setampan Kibum-ssi. Buaya itu jelek, bersisik dari zat kitin aneh…. eh salah. Maksudku zat keratin aneh, telurnya saja amniotik bercangkang. Apa itu? Tidak tau ah…. Tapi kesamaan lainnya adalah…. Mereka berdarah dingin. Hoho. Eh, aku sedang berbicara tentang apa sih? Melantur, melantur.

Oke. Belakangan ini aku jadi lebih sering melantur, kan? Tidak enak jika dibilang melantur. Mulai sekarang mari kita sebut itu sebagai curhat. Kalau untuk kategori curhat colongan pembicaraanku selalu terlalu panjang. Jadi mari kita sebut curhat. Nah, sesi curhat sudah selesai karena sekarang aku sudah berada di depan pintu keramat kandang…. Buaya yang tadi kutinggalkan.

Dengan secangkir kopi yang Puji Tuhan masih hangat di tangan kananku dan lembar persetujuan di tangan kiriku aku mengetuk pintu dengan tangan kiriku. Aku menunggu sejenak namun tidak ada jawaban. Lalu aku memutuskan untuk kembali mengetuk. Aku menunggu sekali lagi namun tetap tidak terdengar ada jawaban. Jadi aku memutuskan untuk langsung masuk.

Aku membuka pintu yang agak berat itu pelan-pelan dan pintu itu menimbulkan sebuah suara yang tidak begitu enak. Namun aku bisa memastikan suaranya jauh lebih baik daripada suara pintu di flat lamaku.

“Permisi….” Kataku sambil masuk ke dalam.

Aku menutup pintu kembali dan baru melihat kearah meja kerja yang merupakan pusat dari ruangan ini. Seperti objek atau unsur utama yang berada di ruangan ini. Sebuah meja yang terbuat dari kayu namun tidak memiliki model antik seperti yang kita lihat di film-film. Ah, mungkin itu karena kantor-kantor yang kita lihat adalah milik direktur-direktur yang sudah agak tua.

Hmmm…. Meja milik Kibum-ssi punya model yang simple dan modern. Di belakangnya tersusun banyak buku di rak yang cukup besar. Secara garis besar tempat ini memang sangat cocok disebut sebagai kantor. Hanya berisikan laptop, gadget, lampu, rak, meja, kursi, banyak buku, dan juga sebuah sofa yang lumayan panjang. Mungkin tempat Kibum beristirahat jika dia merasa terlalu lelah. Oh, aku lupa. Ruangan ini juga diisi oleh gas oksigen dengan rumus kimia O2. Oke yang terakhir bisa diabaikan. TIDAK BISAA!! Nanti tidak ada manusia yang bisa bernafasss~ oke lupakan.

Ah, aku lupa. Sedikit terkagum dengan ruangan yang baru pertama kujejaki ini dan aku melupakan eksistensi manusia yang terduduk di kursi dengan kepala yang…. Berada diatas meja? Apa dia sedang tertidur?

Aku mendekatinya dan meletakkan kopi hangat pesanannya dan lembar persetujuan Seok Hoon diatas meja. Lalu aku memperhatikan dirinya yang sedang tertidur lelap. Kacamata masih berada di wajahnya dan dia tertidur dengan tangan sebagai bantal. Aku memperhatikan wajahnya yang biasa tanpa ekspresi itu, sekarang tidur nyenyak tanpa gangguan. Wajah apa saja yang pernah dia tunjukan di depanku?

Tanpa ekspresi, ekspresi datar, wajah suram…. Tunggu, tunggu. Semua itu sama saja! Ah, jinjja. Ini pasti gara-gara aku kelelahan menonton. Err, dia juga pernah marah padaku. Laluu…. Tatapan merendahkan juga pernah. Lalu yang terbaru adalah…. Senyum. Eiii, aku tidak melihatnya, itu Yeon Mi yang melihatnya. Ah, aku yakin dia pasti salah lihat.

Oh iya, aku juga pernah melihat sinar ketegangan yang terdiam di dalam kedua bola matanya. Entah hal apa yang membuatnya tegang, seingatku aku melihatnya ketika dia pulang pada satu malam. Memang sedikit aneh tetapi waktu itu dia pulang agak pagi dan kemudian pergi lagi entah kemana. Mungkin ada hal penting yang harus dilakukannya waktu itu.

Tetapi sekarang dia sedang berada di dalam ketenangan yang tak bisa diganggu gugat. Atau tepatnya tak tega aku mengganggunya. Biarkan saja dia berada di dalam damai walaupun sementara ini. Biarkan saja dia menjadi manusia normal walaupun hanya sebentar saja. Hanya di dalam tidurnya.
===
“Ungghh….” Kibum terbangun dari tidurnya. Dia mencoba mengerjapkan matanya beberapa kali dan mencoba mencari fokus matanya terhadap apa pun yang berada di depan matanya. Lalu dia memegang wajahnya dan tak mendapati kacamatanya berada di sana. Dia mencoba meraba meja di sekitarnya dan menyentuh sesuatu yang dia yakin merupakan kacamatanya, mengaitkannya diantara daun telinganya dan kembali melihat ke depan.

Dia masih di ruang kerjanya. Hal pertama yang dia lihat adalah pintu besar yang merupakan pintu masuk ruang kerjanya. Lalu dia menengok kearah jam digital yang diletakkan diatas mejanya. Disana terpampang angka 03:27.

Hampir jam setengah empat. Sudah berapa jam aku tertidur disini? Dia bergumam sambil melakukan stretching ringan pada otot-otot di daerah sekitar lehernya yang terasa agak kaku. Tentu saja, dia tidur berjam-jam dengan posisi duduk dan leher yang miring. Pasti akan membebankan otot-otot lehernya.

Saat sedang melakukan stretching dia tak sengaja melihat ke belakang dan melihat sesuatu. Sebuah kain berwarna biru dengan gambar Pororo terletak di kursinya. Dia mengambilnya dan kembali bergumam sendiri. Selimut? Siapa yang…. Lalu dia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Matanya menangkap sesuatu yang asing berdiri diatas mejanya dengan tegap. Sebotol termos berwarna abu-abu dengan sesuatu yang menempel di termos tersebut.

Dia meraih termos itu dan melihat sebuah post-it berwarna kuning tertempel disana dan tampaklah tulisan yang cukup bagus tertulis disana.

Ini kopi pesananmu. Sudah kubuatkan. Lain kali jika lelah lebih baik kau tidur di ranjang saja atau setidaknya di sofa. Lehermu bisa sakit kalau kau keseringan tidur diatas meja.
P. S. : Selimut itu punya Seok Hoon. Dia yang mau meminjamkannya padamu. ’

“Hae Ra.” Dia menyebutkan nama dari pelaku yang meninggalkan kopi di dalam termos beserta sebuah cangkir yang tersedia di dekatnya. Kibum mengambil cangkir itu dan menangkap ada tulisan yang tertera di sebuah kertas yang diletakkan di bawah cangkir tersebut. Berbeda dengan tulisan Hae Ra yang rapih, tulisan yang kali ini terlihat berantakan seperti tulisan seseorang yang baru pertama kali belajar menulis. Diatas post-it yang kali ini menempel diatas kertas yang berada di bawah cangkir itu tertulis demikian :

‘Hyung, tolong izinkan aku ikut drama musikal. Aku benar-benar ingin ikut. Terima kasih banyak.
                                                                                    Seok Hoon’  

Dibalik post-it yang sama tertulis lagi tulisan Hae Ra.

Dia takut untuk mengatakannya langsung padamu. Karena itu dia minta bantuanku. Sebenarnya kenapa kau bisa membuat adik-adikmu ini takut padamu? Apa yang kau lakukan? Mungkin kau harus coba berhenti bersikap dingin pada semua orang. Aku sih tahan-tahan saja. Bukannya aku ingin mengguruimu, tetapi bukan hal baik punya hubungan yang buruk dengan adik-adikmu. Cobalah mulai besok perbanyak senyumanmu. Terutama pada adik-adikmu. Jangan buat mereka trauma terhadap kakak mereka sendiri. Sudah cukup mereka tidak dekat dan kehilangan sosok orang tua mereka di usia mereka yang muda ini.’

Kibum hanya bisa menghela nafas. Takut? Adik-adiknya takut padanya? Dia bahkan tak pernah tau dan tak pernah menyadarinya. Bukan tak pernah tau, tetapi lebih tepatnya dia tak pernah peduli.

“Senyum.” Dia hanya terdiam melihat kata senyum.

Kehilangan kasih sayang ibu dan ayah di usianya yang juga masih belia dulu membuatnya tumbuh bersama buku dan belajar. Bukan karena sang ibu tidak menyayanginya sampai beliau meninggal. Kyu Hyun sempat mengidap sakit yang cukup berat saat kecil sehingga selama Kyu Hyun masih sakit beliau lebih fokus pada Kyu Hyun yang kondisinya sering drop. Setelah Kyu Hyun sembuh dia pikir dia bisa mendapatkan kasih sayang ibunya yang dulu sempat dia dapatkan selama beberapa tahun di awal kehidupannya. Tetapi takdir berkata lain. Ibunya terenggut maut tak lama setelah Kyu Hyun sembuh.

Sang ayahpun akhirnya menikah lagi dengan wanita yang sekarang menjadi ibu tirinya alias ibu Chae Hee (yang sekarang entah ada dimana), Soo Ra, dan Seok Hoon. Secara otomatis Kibum dan Kyu Hyun kehilangan sosok seorang ibu. Memang ada sedikit perbedaan antara Kyu Hyun dan Kibum. Kyuhyun yang dulu sempat sakit tentu saja menerima banyak perhatian dari sang ibu, sementara Kibum tidak mendapatkannya sebanyak Kyuhyun.

Setelah dia lulus yang ada di agendanya adalah bekerja. Tentu saja bekerja dengan sang ayah dan langsung menjadi bawahannya. Mendapatkan pangkat yang tinggi karena dia adalah anak sulung dari Direktur Utama membuatnya tentu saja dipandang rendah banyak orang. Senyum? Itu adalah salah satu hal yang paling jarang dilakukannya. Lebih tepatnya paling jarang dilakukannya secara tulus. Dia bisa tersenyum, terutama ketika harus bertemu dan makan bersama dengan klien khusus atau para petinggi perusahaan lain. Walaupun senyum yang diberikannya bukan senyum yang tulus.

Dia yang hidup dalam suasana diri dan lingkungan yang dingin itu sangat sulit untuk bisa berpikir untuk menunjukkan sisi hangat dan kasih sayang. Sampai Hae Ra menuliskan hal ini dia pun tak pernah terpikir untuk…. Tersenyum pada adik-adiknya?

Soo Ra dan Seok Hoon…. Apakah dia mau mereka merasakan hal yang sama seperti yang terjadi padanya?

-to be continue-

2 comments:

  1. Eiii cece! Akhirnya ini ff bangkit dari dalem kubur jugaaaaaaaaa!!! Btw, ini ff pertama yg gw baca setelah berbulan-bulan gw ga nyentuh dunia ff (?) Lupakan. Anyway, akhirnya itu otak (atau hati? Ya itu lah pokoknya hehehehe) si Ki Bum kebuka sedikit. Kyuhyun, kasian dia mulai kena stress menjelang UN. Siksa dia lebih lagi yaa *silahkan bunuh saya* Dan cece, pliiis post the next part asap and fighting for your covering!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makaci Nae Imooo :D
      SIAPPPP!!! MARI BANTAI KYUHYUN!! (?) *gue jadi bingung gue fans nya apa bukan....*
      SIPPP DEEHH!!~

      Delete